mgid.com, 610011, DIRECT, d4c29acad76ce94f
17 September 2025

“HARTA KARUN” di Pesisir Indragiri Hilir.

0
43d92524-c1b1-41ca-8bb1-7db2f1d92265

Oleh: One Bundo

Dibalik tenangnya perairan pesisir timur Sumatera tepatnya di wilayah pesisir Indragiri Hilir RIAU, tersembunyi sebuah kisah yang belum banyak diketahui oleh masyarakat Indonesia bahkan dunia. Sebuah kisah tentang suku bangsa yang hidup berdampingan dengan laut, menjadikan laut sebagai rumah, sahabat, dan sumber kehidupan. Mereka adalah “DUANU” suku bangsa laut.

Turun-temurun, masyarakat Duanu menggantungkan hidup pada laut. Mereka menjala ikan, menyelam tanpa alat, hingga memanen hasil laut secara tradisional. Bukan hanya sekadar profesi, tetapi itu merupakan bagian dari identitas. Dalam bahasa mereka, laut bukan hanya ruang geografis, melainkan semesta yang hidup.

Di atas perahu kecil, mereka menantang ombak dan menjaga tradisi, sambil melantunkan bahasa Duanu yang kini mulai sunyi dari bibir generasi mudanya.

Suku Duanu merupakan salah satu kelompok etnis maritim yang mendiami wilayah pesisir timur Pulau Sumatera, khususnya di wilayah Kepulauan Riau dan sebagian pesisir Riau Daratan.

Masyarakat Duanu dikenal sebagai suku bangsa laut karena keterikatan historis dan kultural mereka dengan laut sebagai ruang hidup utama.

Masyarakat Duanu telah menjadikan laut sebagai sumber penghidupan dan jantung kehidupan sosial budaya mereka. Kegiatan seperti menangkap ikan, hingga mengolah hasil laut, dilakukan dengan mengedepankan pengetahuan lokal yang diwariskan oleh lintas generasi. Dalam pandangan hidup masyarakat Duanu, laut bukan sekadar ruang ekonomi, namun juga ruang spiritual, simbol identitas, dan ekosistem yang harus dijaga secara berkelanjutan.

Meskipun memiliki kekayaan budaya dan bahasa yang unik, eksistensi suku Duanu masih belum banyak dikenal secara luas di tingkat nasional. Identitas budaya mereka cenderung terpinggirkan oleh dominasi budaya arus utama dan belum mendapatkan perhatian yang memadai dalam wacana kebangsaan. Padahal, masyarakat Duanu menyimpan potensi besar dalam kontribusinya terhadap pelestarian budaya bahari Indonesia dan penguatan identitas maritim bangsa.

Melalui pengenalan dan pengakuan yang lebih luas terhadap keberadaan suku Duanu, diharapkan akan tumbuh kesadaran kolektif untuk menjaga, melestarikan, dan memberdayakan komunitas ini sebagai bagian dari kekayaan budaya nasional. Suku Duanu merupakan kebudayaan yang terpendam bernilai tinggi, namun belum sepenuhnya diangkat ke permukaan.

Berdasarkan catatan sejarah lisan, masyarakat Duanu telah menetap di kawasan pesisir tersebut sejak berabad-abad silam, dan diyakini memiliki hubungan kekerabatan dengan kelompok etnis Melayu Laut.

Secara historis, eksistensi Suku Duanu berkaitan erat dengan tradisi nomaden laut yang dikenal sebagai Orang Laut, kelompok masyarakat yang hidup berpindah-pindah di perairan Riau dan sekitarnya. Dalam proses interaksi dengan kerajaan-kerajaan pesisir seperti Kesultanan Riau Lingga, Kesultanan Siak, serta pengaruh kolonial, Suku Duanu perlahan mulai menetap dan membentuk komunitas-komunitas pesisir yang lebih stabil. Meski demikian, identitas mereka sebagai suku laut tetap melekat kuat, tercermin dalam cara hidup, nilai-nilai budaya, hingga sistem pengetahuan lokal mereka.

Bahasa Duanu, yang merupakan bagian dari rumpun bahasa Austronesia, kini tergolong dalam kategori rentan punah (UNESCO Atlas of the World’s Languages in Danger) *sumber wikipedia.

Minimnya dokumentasi dan rendahnya pewarisan antar generasi menjadi tantangan serius yang perlu segera direspon melalui kebijakan pelestarian bahasa daerah.

Dalam konteks kebijakan nasional, suku Duanu secara eksplisit belum diakui dalam daftar resmi komunitas adat terpencil (KAT) oleh Kementerian Sosial RI, meskipun ciri-ciri sosial mereka menunjukkan karakteristik serupa. Hal ini menyebabkan banyak program pemberdayaan berbasis adat belum secara optimal menjangkau masyarakat Duanu.

Salah satu langkah awal yang dapat dilakukan adalah pendataan etnografi secara partisipatif serta penguatan kelembagaan adat di tingkat lokal.

Di tengah derasnya arus modernisasi dan ekspansi ekonomi di wilayah pesisir, identitas budaya suku Duanu menghadapi tantangan serius. Eksploitasi sumber daya alam, abrasi, serta penggusuran wilayah tangkap tradisional menjadi ancaman nyata yang memerlukan respons kebijakan yang adil dan berbasis hak masyarakat adat.

Seperti “HARTA KARUN” yang tersembunyi di dasar samudra, eksistensi Duanu sering luput dari perhatian.

Padahal, dalam setiap jejak langkahnya di tepian pantai pesisir dan setiap hembusan angin laut yang mereka hirup, tersimpan kearifan lokal yang berharga, tentang harmoni dengan alam, tentang kesederhanaan, dan tentang keberanian menjaga warisan budaya.

Kini, saat dunia mulai kehilangan arah pada akar budayanya sendiri, Duanu hadir sebagai pengingat  bahwa kekayaan bangsa bukan hanya terletak pada kota dan menara tinggi, tapi juga pada desa pesisir, pada lidah-lidah yang nyaris diam, dan pada suku-suku yang terus bertahan di tengah senyap.

Oleh karena itu, sudah saatnya pemerintah daerah, akademisi, aktivis lingkungan dan masyarakat sipil bersinergi dalam mengangkat kembali eksistensi suku Duanu. Melalui pengakuan resmi, revitalisasi bahasa dan budaya, serta pemberdayaan berbasis komunitas diharapkan suku Duanu dapat kembali memperoleh tempat yang layak dalam narasi kebangsaan.

Suku Duanu adalah cermin dari Indonesia sebagai bangsa maritim. Mereka adalah harta yang selama ini terpendam bukan karena tidak bersinar, tetapi karena belum benar-benar dicari.

“PIAK DUANU LAP NE DOLAK” ( takkan duanu hilang di laut )

Salam adil dan lestari.

Tinggalkan Balasan