Menolak Agrinas Ambil Alih Lahan Sawit Masyarakat yang Masuk di IUP PT. BPP

“Wasekjen PB HMI, Ahmad Fauzi pastikan ikut kawal persoalan ini”
Inhil, detikriau.id – Sejumlah masyarakat di wilayah Kabupaten Indragiri Hilir yang memiliki lahan sawit di dalam Izin Usaha Perkebunan (IUP) PT. Bumi Persada Permai (BPP) menyampaikan penolakan atas rencana pengambilalihan lahan oleh PT. Agrinas. Lahan sawit yang selama ini dikelola secara turun-temurun oleh warga disebut-sebut kini termasuk dalam wilayah izin perusahaan, dan berpotensi diambil alih untuk dikelola oleh pihak lain.
Bagi masyarakat, lahan tersebut bukan sekadar sumber ekonomi, melainkan bagian dari sejarah dan identitas sosial yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Mereka menggantungkan hidup dari hasil kebun sawit tersebut untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, biaya pendidikan anak, hingga menopang roda ekonomi desa. Kekhawatiran muncul karena adanya informasi bahwa PT. Agrinas, yang kini mendapat mandat pemerintah untuk mengelola lahan sitaan negara, akan melakukan pendataan dan penguasaan lahan di kawasan yang masuk dalam IUP PT. BPP.
Ahmad Fauzi, putra asli Indragiri Hilir yang kini menjabat sebagai Wasekjen PB HMI, ikut mengawal persoalan tersebut. Menurutnya, lahan ini sudah ada sejak lama dan menjadi perekonomian masyarakat tempatan
“Kami mengusulkan, bila memang benar lahan tersebut termasuk di dalam wilayah yang akan dikelola Agrinas, maka lahan tersebut tidak diambil alih, tetapi dikembalikan kepada masyarakat,” ujar Ahmad Fauzi, Sabtu (12/10/2025).
Ia menegaskan bahwa langkah pemerintah atau pihak korporasi dalam penataan ulang lahan harus memperhatikan aspek sosial, ekonomi, dan sejarah kepemilikan rakyat. Menurutnya, pendekatan yang hanya berorientasi pada administratif atau kepemilikan legal perusahaan sering kali mengabaikan realitas lapangan, di mana masyarakat telah mengelola lahan tersebut jauh sebelum izin perusahaan diterbitkan.
“Kita mengusulkan agar pihak Agrinas tidak mengambil alih lahan sawit masyarakat yang masuk dalam IUP PT. BPP. Negara harus hadir melindungi hak rakyat kecil,” tambahnya.
Sementara itu, PT. Agrinas, perusahaan negara yang kini ditugaskan mengelola lahan sitaan negara, dilaporkan telah menerima lebih dari 800 ribu hektare lahan sawit sitaan dari Kejaksaan Agung untuk dikelola secara bertahap. Program ini digadang-gadang sebagai langkah pemerintah untuk meningkatkan tata kelola aset negara dan memperkuat ketahanan pangan nasional melalui pengelolaan profesional.
Namun, sejumlah pihak menilai kebijakan tersebut perlu diimbangi dengan verifikasi mendalam atas status dan sejarah kepemilikan lahan agar tidak menimbulkan tumpang tindih hak masyarakat adat dan petani lokal. Banyak kalangan akademisi, aktivis lingkungan, hingga organisasi mahasiswa menyerukan agar pemerintah melakukan audit sosial dan pemetaan partisipatif sebelum melakukan penetapan lahan.
Persoalan agraria di Indragiri Hilir bukan hal baru. Selama bertahun-tahun, konflik antara masyarakat dan korporasi perkebunan sawit kerap terjadi akibat tumpang tindih izin dan lemahnya perlindungan hukum terhadap masyarakat tempatan. Karenanya, kasus ini menjadi momentum penting untuk memastikan kebijakan pengelolaan lahan nasional berjalan dengan adil dan berpihak kepada rakyat.
Ahmad Fauzi menutup dengan pesan bahwa pembangunan ekonomi harus selalu disertai keadilan sosial.
“Jangan sampai nama besar negara digunakan untuk menindas rakyatnya sendiri. Keadilan agraria harus ditegakkan di bumi sendiri,” tegasnya./*