Inhil berpeluang raup cuan Rp1,5 triliun per tahun dari perdagangan karbon

ilustrasi hutan mangrove/foto: internet
Inhil, detikriau.id – Berdasarkan data peta mangrove nasional tahun 2024, Kabupaten Indragiri Hilir memiliki sekitar 131.541,89 hektar kawasan hutan mangrove.
Sebagai acuan, kabupaten kepulauan Mentawai dengan kepemilikan sekira 24 ribu hektar hutan mangrove diperkirakan akan menghasilkan pendapatan sekitar Rp 316 miliar. Dengan memiliki lebih dari lima kali luasan hutan mangrove kepulauan Mentawai, kabupaten Inhil ditaksir memiliki peluang pendapatan lima kali lebih besar, atau sekira Rp 1,5 triliun lebih.
“Tinggal lagi izin dari pemilik tanah atau pemerintah daerah, agar bisa diukur karbon yang dikeluarkan melalui satelit. Setelah didapat jumlah karbonnya, barulah dibuat suatu perjanjian dengan pemilik tanah atau pemerintah sebagai acuan untuk melanjutkan dikeluarkannya sertifikat perdagangan karbon yang dikeluarkan di Thailand dan Paris, sesuai dengan data-data yang didapatkan satelit,” ungkap Dato’ Paduka Seri Zainal Abidin Bin A Hamid diamini Dirut PT Malindo Internasional Indonesia, Dahnil Tarudin dan Direktur PT Kualiti Alam Hijau (M) Sdn. Bhd, Ken Tan, mengutip sindotime.com
Apa itu perdagangan karbon?
Efek rumah kaca dan pentingnya pelestarian hutan mangrove
Efek rumah kaca adalah fenomena alam di mana atmosfer bumi memerangkap panas matahari, menyebabkan peningkatan suhu permukaan planet. Gas-gas rumah kaca seperti karbon dioksida, metana, dan uap air, berperan seperti “kaca” dalam rumah kaca, membiarkan sinar matahari masuk, tetapi menghambat panas yang dipantulkan kembali ke ruang angkasa.
Efek rumah kaca sebenarnya sangat penting untuk menjaga suhu bumi agar tetap hangat dan mendukung kehidupan. Namun, aktivitas manusia, seperti pembakaran bahan bakar fosil dan deforestasi, telah meningkatkan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer yang dapat menyebabkan pemanasan global yang berlebihan yang berdampak terjadinya peningkatan suhu rata-rata bumi, terjadinya perubahan pola cuaca yang ekstrem, seperti banjir, kekeringan, dan badai.
Disamping itu, terjadinya pemanasan global yang berlebihan juga akan menyebabkan terjadinya kenaikan permukaan laut akibat mencairnya es di kutub dan gletser, kemudian terjadinya gangguan ekosistem yang berdampak pada perubahan habitat dan perubahan spesies, termasuk perubahan suhu dan pola cuaca juga dapat menyebabkan penyebaran penyakit yang lebih luas.
Mangrove merupakan ekosistem yang sangat efisien dalam menyerap dan menyimpan karbon, bahkan lebih efektif daripada hutan tropis di daratan. Mangrove menyerap karbon dioksida dari atmosfer melalui fotosintesis, mengubahnya menjadi karbon organik, dan menyimpannya dalam akar, batang, daun, dan bagian tubuh lainnya. Proses ini membantu mengurangi jumlah karbon dioksida di atmosfer dan berperan penting dalam mitigasi perubahan iklim.
Hutan mangrove menyerap karbon dioksida (CO2) dari atmosfer melalui fotosintesis. CO2 ini kemudian diubah menjadi karbon organik dan disimpan dalam berbagai bagian tumbuhan mangrove.
Mangrove memiliki kemampuan menyimpan karbon yang tinggi, terutama di bawah permukaan tanah.
Dengan menyerap dan menyimpan karbon, mangrove membantu mengurangi efek gas rumah kaca dan mitigasi perubahan iklim. Laju pertumbuhan mangrove yang cepat, terutama saat masih muda, memungkinkan mereka menyerap karbon secara efisien.
Selain sebagai penyerap karbon, mangrove juga berperan penting dalam melindungi pantai dari erosi dan badai. Hutan mangrove merupakan bagian dari ekosistem “karbon biru (blue carbon)” yang memainkan peran penting dalam penyimpanan dan penyerapan karbon di kawasan pesisir.

Apa itu blue carbon
“perlindungan dan pemulihan ekosistem blue carbon sangat penting untuk menjaga keseimbangan ekosistem pesisir dan mendukung upaya mitigasi perubahan iklim”
Blue carbon atau karbon biru, merujuk pada karbon yang ditangkap dan disimpan di ekosistem pesisir dan laut. Ini meliputi hutan bakau, padang lamun, rawa garam, dan wilayah pesisir lainnya. Ekosistem ini sangat efektif dalam menyerap dan menyimpan karbon dioksida dari atmosfer, sehingga berperan penting dalam mitigasi perubahan iklim.
Blue carbon adalah konsep yang menekankan peran penting ekosistem pesisir dalam penyerapan dan penyimpanan karbon. Istilah ini digunakan untuk menyoroti bahwa ekosistem laut dan pesisir memiliki kapasitas penyimpanan karbon yang signifikan, bahkan melebihi hutan tropis per unit area.
Ekosistem blue carbon mencakup berbagai jenis lahan basah dan vegetasi pesisir, termasuk hutan bakau: Hutan bakau memiliki akar yang kuat dan efektif dalam menyerap karbon dioksida dari air dan menyimpannya dalam sedimen.
Dengan menyerap dan menyimpan karbon, ekosistem blue carbon membantu mengurangi konsentrasi karbon dioksida di atmosfer, sehingga memperlambat pemanasan global.
Ekosistem blue carbon juga berperan dalam menjaga kualitas air, melindungi pantai dari erosi, dan menyediakan habitat bagi berbagai spesies satwa liar.
Ekosistem blue carbon dapat menjadi sumber ekonomi bagi masyarakat pesisir melalui sektor perikanan, pariwisata, dan pengelolaan sumber daya alam.
Oleh karena itu perlindungan dan pemulihan ekosistem blue carbon sangat penting untuk menjaga keseimbangan ekosistem pesisir dan mendukung upaya mitigasi perubahan iklim. Upaya perlindungan ini meliputi pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan, penanggulangan erosi, dan penanganan sampah yang tepat.
Siapa pembeli kredit karbon biru?
Pembeli kredit karbon biru (blue carbon credits) mencakup berbagai pihak, termasuk bisnis, lembaga nirlaba, dan bahkan individu. Kredit ini juga menarik bagi mereka yang ingin mendukung proyek-proyek yang fokus pada konservasi ekosistem pesisir seperti bakau.
Lebih detailnya:
Bisnis: Perusahaan yang ingin mengurangi jejak karbon mereka harus membeli kredit karbon biru untuk mengkompensasi emisi yang tidak dapat mereka kurangi secara langsung.
Lembaga Nirlaba: Lembaga nirlaba yang berfokus pada konservasi lingkungan dan perlindungan ekosistem pesisir dapat menggunakan kredit karbon biru untuk mendanai proyek-proyek mereka.
Individu: Individu yang peduli dengan perubahan iklim dan ingin berkontribusi pada upaya mitigasi dapat membeli kredit karbon biru untuk mengkompensasi jejak karbon pribadi mereka.
Pemerintah: Pemerintah dapat membeli kredit karbon biru untuk mendukung upaya nasional dalam mengurangi emisi dan mencapai target iklim.
Kredit karbon biru memiliki peran penting dalam upaya mitigasi perubahan iklim karena ekosistem pesisir yang dilindungi dan dipulihkan memiliki kemampuan menyerap dan menyimpan karbon yang signifikan.
Beberapa contoh yang relevan:
CIX dan Respira: Penyedia pertukaran kredit karbon CIX dan Respira telah melakukan lelang untuk menjual kredit karbon biru.
ASEAN, Jepang, dan UNDP: Meluncurkan “Blue Carbon and Finance Profiling Project” untuk mendukung ekonomi biru berkelanjutan di Asia Tenggara.
NOAA: Proyek Inventaris Karbon Biru NOAA mendukung pengelolaan ekosistem karbon biru dan membantu negara-negara dalam menggabungkannya dalam inventaris emisi mereka.
Conservation International: Membangun kerjasama dengan pemerintah negara-negara seperti Kolombia dan Kosta Rika untuk memasukkan komitmen karbon biru dalam NDC merek.
Berawal dari perjanjian iklim Paris

dilansir cnnindonesia.com, Isi kesepakatan Perjanjian Paris kembali digaungkan di tengah-tengah pelaksanaan konferensi iklim COP28 yang digelar di Dubai, Uni Emirat Arab pada akhir 2024 yang lalu. Salah satu poin kesepakatan Perjanjian Paris adalah seluruh dunia harus membatasi kenaikan suhu rata-rata global di angka 1,5 derajat Celsius pada 2030.
Namun, kenaikan suhu tersebut diprediksi akan datang lebih cepat, karena hingga akhir Oktober menunjukkan bahwa suhu tahun ini sudah naik sekitar 1,4 derajat Celsius di atas garis dasar pra-industri.
Lalu, apa sebetulnya Perjanjian Paris?
Perjanjian Paris adalah perjanjian internasional yang mengikat secara hukum mengenai perubahan iklim. Perjanjian ini diadopsi oleh 196 negara pada COP21 yang digelar di Paris, Perancis, pada 12 Desember 2015.
Kesepakatan ini mulai berlaku pada tanggal 4 November 2016, mengutip laman United Nations Climate Change.
Tujuan utamanya adalah untuk menjaga “peningkatan suhu rata-rata global jauh di bawah 2°C di atas tingkat pra-industri” dan mengupayakan “untuk membatasi kenaikan suhu hingga 1,5°C di atas tingkat pra-industri.”
Perjanjian Paris merupakan tonggak penting dalam proses perubahan iklim multilateral karena, untuk pertama kalinya, perjanjian yang mengikat menyatukan semua negara untuk memerangi perubahan iklim dan beradaptasi terhadap dampaknya.
Bagaimana cara kerja Perjanjian Paris?
Implementasi Perjanjian Paris memerlukan transformasi ekonomi dan sosial berdasarkan ilmu pengetahuan terbaik yang ada.
Perjanjian Paris bekerja berdasarkan siklus lima tahun aksi iklim yang semakin ambisius, atau semakin meningkat, yang dilakukan oleh berbagai negara.
Sejak tahun 2020, negara-negara telah mengajukan rencana aksi iklim nasional mereka, yang dikenal sebagai kontribusi yang ditentukan secara nasional atau Nationally Determined Contribution (NDC).
Setiap NDC berturut-turut dimaksudkan untuk mencerminkan tingkat ambisi yang semakin tinggi dibandingkan versi sebelumnya.
Menyadari bahwa tindakan yang dipercepat diperlukan untuk membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat C, keputusan yang mencakup COP27 meminta Para Pihak untuk meninjau kembali dan memperkuat target tahun 2030 dalam NDC mereka.
Dalam NDC, negara-negara mengkomunikasikan tindakan yang akan mereka ambil untuk mengurangi emisi gas rumah kaca guna mencapai tujuan Perjanjian Paris.
Negara-negara juga menyampaikan tindakan NDC yang akan mereka ambil untuk membangun ketahanan dalam beradaptasi terhadap dampak perubahan iklim.
Tidak hanya itu, Perjanjian Paris menegaskan kembali bahwa negara-negara maju harus memimpin dalam memberikan bantuan keuangan kepada negara-negara yang kurang beruntung dan lebih rentan, sekaligus untuk pertama kalinya juga mendorong kontribusi sukarela dari Pihak lain.
Pendanaan iklim diperlukan untuk mitigasi karena diperlukan investasi skala besar untuk mengurangi emisi secara signifikan.
Pendanaan iklim juga sama pentingnya untuk adaptasi karena diperlukan sumber daya keuangan yang besar untuk beradaptasi terhadap dampak buruk dan mengurangi dampak perubahan iklim.
Tidak semua negara berkembang memiliki kapasitas yang memadai untuk menghadapi berbagai tantangan akibat perubahan iklim.
Oleh karena itu, Perjanjian Paris memberikan penekanan besar pada peningkatan kapasitas terkait iklim di negara-negara berkembang dan meminta semua negara maju untuk meningkatkan dukungan terhadap tindakan peningkatan kapasitas di negara-negara berkembang.
Lewat Perjanjian Paris, negara-negara membentuk kerangka transparansi yang ditingkatkan (ETF).
Di bawah ETF, mulai tahun 2024, negara-negara akan melaporkan secara transparan mengenai tindakan yang diambil dan kemajuan dalam mitigasi perubahan iklim, langkah-langkah adaptasi dan dukungan yang diberikan atau diterima.
Perjanjian ini juga mengatur prosedur internasional untuk meninjau laporan yang diserahkan.
Informasi yang dikumpulkan melalui ETF akan dimasukkan ke dalam inventarisasi global yang akan menilai kemajuan kolektif menuju tujuan iklim jangka panjang.
Hal ini akan menghasilkan rekomendasi bagi negara-negara untuk menetapkan rencana yang lebih ambisius pada putaran berikutnya.
Jangkau waktu pembelian sertifikat kredit karbon
Jangkau waktu pembelian sertifikat kredit karbon sangat beragam, tergantung pada jenis sertifikat yang dibeli dan mekanisme pembeliannya. Secara umum, ada dua jenis utama:
- Kredit karbon ex-post (pasca-produksi):
Kredit karbon yang dibeli setelah proyek penghasil karbon telah menghasilkan atau menghindari emisi. Pembelian dan pemindaian kredit ini biasanya dilakukan secara langsung atau melalui bursa karbon dengan harga yang terjamin, namun ada juga kasus di mana kredit hanya bisa didapatkan di awal tahun karena keterbatasan pasokan. Penghentian kredit karbon ex-post dilakukan segera setelah pembelian.
- Kredit karbon ex-ante (pra-produksi):
Kredit karbon yang dibeli sebelum proyek penghasil karbon menghasilkan atau menghindari emisi. Sertifikat ini tidak langsung memiliki konfirmasi penghentian, melainkan penghentian akan terjadi setelah manfaat karbon benar-benar terjadi dan proyek harus memberi tahu tentang jangka waktu penghentian.
Selain itu, terdapat mekanisme pembelian lain seperti:
- Pembelian spot (langsung):
Pembelian dan pemindaian kredit karbon dilakukan secara langsung dan segera setelah pembelian.
- Pembelian melalui bursa karbon (seperti IDX Carbon):
Pembelian kredit karbon yang telah dipasarkan dan terverifikasi melalui platform bursa karbon.
- Pembelian melalui kesepakatan jangka panjang (multi-year agreements):
Pembelian kredit karbon yang disepakati untuk jangka waktu tertentu dengan harga yang sudah disepakati. /berbagai sumber/red