mgid.com, 610011, DIRECT, d4c29acad76ce94f
9 November 2024

Perjuangkan DBH Sawit, Petani Riau Apresiasi GubriSyamsuar

0

foto: internet/cakaplah.com

Inhil, detikriau.id – Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Dr Gulat ME Manurung, C.IMA mengaku bersyukur atas inisiasi Gubernur Riau Syamsuar untuk memperjuangkan Dana Bagi Hasil (DBH) sawit.

Meski pada awalnya sempat dicibir oleh banyak kalangan bahkan pesimis akan keberhasilannya, akhirnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani aturan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2023 tentang DBH Perkebunan Sawit.

Gulat mengatakan, meskipun pada awalnya banyak cibiran, namun saat ni semua mendukung karena memang harus ada manfaat langsung bagi daerah sebagai produsen sawit.

Perlu dicatat kata Gulat, perjuangan para Gubernur penghasil sawit ini menurut catatan pihaknya sudah dimulai sejak 2008 dan baru 2023 berhasil.

“Era Baru Sawit Indonesia, melalui PP nomor 38 tahun 2023 tentang DBH, tentu ini akan menjadi harapan baru bagi daerah-daerah penghasil sawit,” ujar Gulat kepada CAKAPLAH.com, Kamis (27/7/2023).

Selama ini, kata Gulat, petani sawit selalu menjadi ‘cibiran’ masyarakat karena hasil sawit (Pajak, BK dan PE) semuanya disetor ke pusat, sementara jalan dan jembatan semua memakai jalan yang dibiayai oleh APBD, APBN dan cenderung cepat rusak karena lalulintas truk TBS dan CPO.

“Saat ini kami petani sawit sudah bisa menegakkan kepala karena DBH ini, ini adalah untuk keadilan daerah penghasil sawit,” katanya.

Sejak berdirinya BPDPKS (Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit) tahun 2015, secara berangsur peran APBN dan APBD dikurangi terkait pembiayaan pembinaan sawit rakyat. Dan saat ini sama sekali semua urusan pembiayaan terkait sawit rakyat tidak lagi dibiayai oleh APBN dan APBN, seperti misalnya pembangunan jalan, jembatan, pelatihan SDM dan Sarpras lainnya, semua sudah dibebankan ke BPDPKS.

Sebagai catatan bahwa lima tujuan didirikannya BPDPKS terkait dengan penggunaan dana diberikan mandat untuk melakukan: (1) pengembangan sumber daya manusia perkebunan kelapa sawit, (2) penelitian dan pengembangan perkebunan kelapa sawit, (3) promosi dan advokasi perkebunan kelapa sawit, (4) peremajaan perkebunan kelapa sawit, dan (5) sarana dan prasarana perkebunan kelapa sawit.

“Kami harus akui bahwa serapan dana sarpras dari BPDPKS, terkhusus infrastruktur jalan dan jembatan sangat minim (tujuan ke lima),” sebutnya.

Sejak berdirinya BPDPKS tahun 2015 sampai dengan Mei 2023, kata Gulat, dana yang terkumpul dari dana Pungutan Ekspor (PE) mencapai Rp186,6 Triliun, paling ada tersalurkan Rp50M untuk jalan dan jembatan daerah penghasil sawit.

Hal ini dikarenakan panjangnya prosedur pengajuan dan persyaratan yang ribet, jadi untung saja dengan DBH ini maka realisasi sarpras jalan dan jembatan akan semakin besar dan cepat kedepannya.

“Kami menyadari bahwa DBH ini tentu akan menjadi beban dari Hulu-Hilir sawit yang diambil dari dana BPDPKS dan BPDPKS mengambil uangnya melalui Pungutan ekspor (PE) yang per periode 15-31 Juli untuk BK sebesar US$33 dan PE sebesar US$85, totalnya US$118/MT CPO, atau setara Rp1.777.000. Diketahui bahwa DBH Sawit ini berasal dari BK dan PE yang di bebankan ke TBS yang jika dikonversikan menjadi Rp350/kg TBS (tandan buah sawit) dan kami petani sawit ada disana,” cakapnya.

“Jadi sesungguhkan Petani penghasil TBS lah pahlawannya, karena dana yang dikelola oleh BPDPKS dan BK yang langsung dikelola oleh Kemenkeu itu berasal dari TBS dan kami Petani sawit ada disana,” kata Gulat.

Pihaknya tidak berkeberatan, karena memang sesungguhnya dalam Permentan Sarpras juga sudah ada yang Namanya pembiayaan sarana dan prasaran jalan (Sarpras), jembatan dan sarana lainnya yang diatur melalui Permentan 03 tahun 2023 junto Permentan 19 Tahun 2023.

“Mungkin Ibu Sri Mulyani menurut saya, hanya penugasan pelaksanaan Sarpras itu saja di konversikan ke dana DBH menjadi ke Kabupaten Kota dan provinsi. Karena uangnya dari situ ke situ juga, yaitu dari dana sawit BPDPKS dibawah Pembinaan Dirjend Perbendaharaan Kemenkeu dan dari BK yang langsung dikelola oleh Kemenkeu,” ujarnya.

Apa beda PE dan BK?, Dana Sawit BPDPKS (CPO Supporting Fund, CSF) ini bertugas memungut, mengelola dan menyalurkan PE dan dicatatkan sebagai PNBP dan dikelola oleh BPDPKS (bukan APBN) untuk keperluan lima tujuan tadi. Sementara BK langsung dikelola oleh Kemenkeu yang tujuannya untuk Pemasukan negara (APBN).

Mudah-mudahan dengan pendelegasian melalui DBH ini akan lebih cepat realisasi perbaikan, pembangunan jalan dan jembatan dan hal-hal lain yang diatur oleh Kementerian Keuangan.

Tentu bukan berarti dengan DBH ini kami petani tidak bisa lagi mengajukan dana sarpras jalan dan jembatan ke BPDPKS, jadi sifatnya menjadi affirmative lah jika pengusulannya dari petani sawit ke BPDPKS, terkhusus jalan-jalan produksi dan jalan seputaran perkebunan sawit rakyat yang kondisinya cukup parah berlumpur dan jembatan kayu alakadarnya.

“Atas dedikasi para Gubernur Provinsi Sawit untuk memperjuangkan DBH Sawit, yang di inisiasi oleh Gubernur Riau, Drs H Syamsuar, M.Si, pada acara Sawit Indonesia Expo 2023 (SIEXPO-2023) di Pekanbaru Riau, tanggal 8-9 Agustus nanti, kami akan memberikan Award kepada Gubernur Riau. Award ini diberikan karena Gubernur Riau sangat memperhatikan hulu-hilir sawit di Riau, terkhusus menjaga kami petani sawit dan tentunya keberhasilan regulasi DBH Sawit tadi. Jadi nantinya Pak Syamsuar akan mendapatkan double award sawit, pertama dari Majalah Sawit Indonesia dan kedua dari DPP Apkasindo,” tukasnya.

Diberitakan sebelumnya, Peraturan Pemerintah (PP) terkait Dana Bagi Hasil (DBH) Sawit telah terbit. Aturan tersebut tertuang dalam PP Nomor 38 Tahun 2023 tentang DBH Perkebunan Sawit.

Sebagaimana pasal 5 dalam PP yang ditetapkan pada 24 Juli 2023 itu, dijelaskan jika DBH Sawit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), dibagikan kepada provinsi yang bersangkutan sebesar 20 persen, kabupaten/kota penghasil sebesar 60 persen dan kabupaten kota lainnya yang berbatasan langsung dengan kabupaten/kota penghasil sebesar 20 persen.

Kemudian, penentuan besaran rincian alokasi DBH Sawit yang dibagikan kepada provinsi/kabupaten kota sebagaimana dimaksud pada ayat di atas dilakukan dengan mempertimbangkan indikator sebagai berikut.

Seperti, luas lahan perkebunan sawit, produktivitas lahan perkebunan sawit; dan/atau, indikator lainnya yang ditetapkan oleh Menteri.

Kemudian, data indikator sebagaimana dimaksud pada ayat di atas bersumber dari kementerian dan/atau kementerian/lembaga Pemerintah terkait.

Dengan telat terbitnya Peraturan Pemerintah terkait Dana Bagi Hasil Perkebunan Sawit di Indonesia, Gubernur Riau (Gubri) Syamsuar menyambut dengan baik.

Syamsuar berharap DBH Sawit dapat meningkatkan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Riau terutama untuk memacu pembangunan.

Apalagi Riau merupakan salah satu provinsi yang memiliki perkebunan kelapa sawit terluas di Indonesia. Ada sekitar 4 juta ha kebun kelapa sawit di Negeri Lancang Kuning.

“Alhamdulillah PP Nomor 38 tahun 2023 tentang dana bagi hasil telah terbit, Insyaallah akan meningkatkan pendapatan pada APBD kita. Tentunya akan bermanfaat untuk pelaksanaan pembangunan,” ungkapnya./ cakaplah.com/detikriau.id

Tinggalkan Balasan

error: Content is protected !!