Tak Ingin Seperti Rempang, DPRD dan Pemda Dituntut Serius Selesaikan Persolan Sengketa Lahan di Inhil

Inhil, detikriau. id – DPRD dan Pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir dituntut serius menuntaskan berbagai persoalan yang terjadi ditengah-tengah masyarakatnya, diantaranya persoalan silang sengketa penguasaan lahan.
Saling klaim hak penguasaan lahan antara pihak korporasi dengan masyarakat tempatan di kabupaten Inhil bukan persoalan baru, sudah terjadi puluhan tahun namun terkesan dibiarkan berlarut-larut tanpa ada penyelesaian dan akan terus merugikan masyarakat tempatan.
Kritikan ini disampaikan oleh Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) cabang Tembilahan, Ahmad Fauzi dalam audiensi antara massa APMK (Aliansi Pemuda Menuntut Keadilan ) dengan pihak DPRD dan Pemkab Inhil diruang rapat Paripurna Gedung DPRD Inhil jalan HR Subrantas Tembilahan, jumat (29/9/2023) dan dipertegas kembali ditemui detikriau.id usai rapat audiensi.
Menurut Fauzi, saat ini seluruh mata tertuju atas tindakan “pengusiran” warga Rempang Galang dari tanah kelahiran mereka hanya dengan dalih “kepentingan investasi”. Masyarakat menjerit, menangis, beurai air mata dan tersungkur seakan tak kuasa berbuat apa-apa, hanya Tuhan yang menjadi pengharapan. Seluruh “puak melayu”pun bergerak melakukan perlawanan.
“Ini pembelajaran yang pahit. Kita sepakat untuk juga mengecam dan menolaknya. Namun kita sendiri lupa bahwa apa yang kini menjadi jeritan masyarakat rempang galang juga sangat mungkin akan terjadi atau mungkin sudah terjadi di kabupaten inhil hanya bedanya dalam skala ukuran gemanya “, sebut Fauzi
Sengketa penguasahaan lahan antara pihak korporasi dengan masyarakat Inhil dipastikannya sudah berulang-ulang kali terjadi. Salah satu disebut terang konflik antara PT Sumatera Riang Lestari (SRL) dengan masyarakat setempat.
“Persoalan PT SRL ini sudah terjadi sejak tahun 2000 an, terus terjadi dan tak kunjung tuntas. Hari ini gejolak itupun terjadi lagi, salah satunya di Desa Mumpa. Masyarakat petani harus berhadapan dengan aparat berseragam untuk mempertahankan tanah garapan mereka. Diatas lahan itu ada tanaman jagung dan pohon sawit yang menjadi sumber harapan hidup masayarakat,”kata Fauzi
Ditegaskan Fauzi, Pemerintah Daerah tentunya tidak memiliki kewenangan atas kebijakan dan aturan yang diputuskan oleh Pemerintah Pusat. Dalam hal ini pemberian izin hak penguasaan lahan garapan kepada pihak korporasi.
Hanya saja yang menjadi pertanyaannya, ditambahkan Fauzi, apa yang telah dilakukan Pemerintah Daerah untuk melindungi kepentingan masyarakatnya? Pada kenyataannya, sebagian dari hak garapan korporasi itu juga selama ini menjadi lahan penghidupan yang digarap dan dikelola masyarakat tempatan sebagai sumber hidup mereka secara turun temurun.
“Ini yang kami pertanyakan. Dimana peran DPRD dan Pemerintah Daerah agar masyarakatnya juga tidak dirugikan.,” pertanyakan Fauzi
Sebelumnya pada rapat Audiensi tersebut, Assisten I Setdakab Inhil, Tantawi Jauhari mengaskan bahwa persoalan antara masyarakat dengan PT SRL menjadi salah satu atensi pemerintah daerah.
Dalam kasus Desa Mumpa, Tantawi membenarkan masyarakat sudah pernah datang mengadu ke DPRD dan Pemerintah Kabupaten.
Untuk menindaklanjuti aduan masyarakat tersebut, Bupati Inhil HM Wardan menurut Tantawi sudah memerintahkan untuk memfasilitasi dilakukannya upaya penyelesaian melalui mediasi. Tim untuk itupun sudah dibentuk.
“Kita sudah undang aparatur setempat termasuk manajemen PT SRL. Saat itu dihadiri oleh Humas mereka,” disampaikan Tantawi.
Hasil rapat yang difasilitasi DPRD dan Pemkab saat itu, lanjut Tantawi, pihak petani menolak penawaran mediasi dan PT SRL akhirnya meminta agar persoalan ini diselesaikan melalui jalur hukum.
Belakangan Tantawi juga mengaku mengetahui adanya sejumlah warga yang dipanggil dan diminta keterangan oleh aparat hukum. “Informasi yang kami dapatkan, ada beberapa warga yang masing-masingnya ada yang menguasai lahan cukup luas, ada yang 50 Hektar, ada yang 70 dan bahkan ada yang 100 an hektar. Ini tentu juga patut untuk diperjelas,” sebut Tantawi
Dalam kaitan upaya penyelesaian ini, Tantawi menyebut bahwa Pemerintah Daerah hanya memiliki kewenangan sebatas fasilitator. Jika antar dua pihak bersengketa bersedia, Pemerintah Daerah akan memfasilitasi untuk dilakukannya upaya mediasi.
“Kuncinya kedua pihak bersedia untuk lakukan mediasi. Upaya pada pertemuan sebelumnya belum didapatkan kesepakatan.”
Tantawi juga mengakui bahwa pihaknya sudah menerima informasi bahwa pihak perusahaan mulai lakukan aktifitas diatas lahan yang masih jadi sengketa dengan pengawalan sejumlah aparat berseragam.
“Saya sudah hubungi manajemen pt srl dan meminta tidak lakukan aktifitas dulu, coolingdown,” kata Tantawi
“Rencananya senen depan kita akan lakukan pertemuan dengan PT SRL, di Pekanbaru. Petani bersedia untuk dilakukan mediasi. Mudah-mudahan ada penyelesaian yang bisa disepakati oleh kedua belah pihak dan persoalan ini tidak terjadi lagi, ” Harapkan Tantawi.
Sementara itu, Ketua Komisi II DPRD Inhil, AMD Junaidi dalam audiensi tersebut menjelaskan bahwa persoalan tumpang tindih penguasaan lahan ini bermuara dari persoalan pemetaan kawasan hutan pada dokumen tataruang.
Pemberian izin garapan dengan pelepasan kawasan hutan itu memang menjadi wewenangnya pemerintah pusat. Dan celakanya hari ini apa yang termasuk dalam kawasan hutan dalam dokumen tata ruang itu banyak yang sudah merupakan hunian dan lahan garapan masyarakat.
Mengatasi persoalan tersebut, pihak DPRD Inhil menurut Junaidi terus berupaya menyampaikan kepada pemerintah pusat secara prosedur.
“Namun kerja ini bukan kerja singkat. Perlu waktu dan kesungguhan. Alhamdulillah saat ini sudah ada beberapa lokasi yang disebutkan sebagai kawasan hutan yang sudah dilakukan penyesuaian. Kami juga butuh dukungan karena ini merupakan kerja bersama dan pastinya tidak bisa secara instan, membutuhkan waktu.” Akhiri Junaidi./Fs