mgid.com, 610011, DIRECT, d4c29acad76ce94f
26 Maret 2023

4 Efek ‘Ngeri’ Pencairan Es di Kutub Utara Versi Ahli, Simak!

Fenomena mencairnya es di kawasan Arktik, Kutub Utara, dinilai akan menimbulkan bencana bagi dunia. Sebab, Kutub Utara merupakan wilayah yang paling krusial untuk memberikan dampak bagi perubahan iklim global.

Jika banyak keraguan terkait perubahan iklim, kawasan terdingin di seluruh dunia ini menjadi bukti bahwa suhu bumi memanas dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Demikian penilaian para ahli sebagaimana dirangkum ABC News, Jumat (24/12/2021).

Kawasan Arktik, memanas dua kali lebih cepat dari bagian dunia lainnya, menurut sebuah laporan yang dirilis minggu lalu oleh Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional.

Fenomena yang dikenal sebagai amplifikasi Arktik itu terjadi ketika kumpulan es di lautan yang berwarna putih semakin menipis atau menghilang. Sehingga memungkinkan permukaan laut atau daratan yang gelap menyerap lebih banyak panas dari matahari dan melepaskan energi itu kembali ke atmosfer.

Secara luas, Arktik dianggap oleh para ilmuwan sebagai pendingin bumi. Sebab, dia berperan dalam mengatur suhu global. Pencairan massal es laut dan lapisan es di Kutub Utara adalah bukti kuat dari pemanasan global, menurut para ahli.

Berikut, dampak-dampak mencairnya es di Kutub Utara menurut para ahli :

Masyarakat di pesisir laut terpaksa berpindah ke wilayah yang lebih aman

Profesor Oseanografi Biologi di Universitas Rutgers bernama Oscar Schofield mengatakan, efek jangka panjang terbesar dari pemanasan di Kutub Utara adalah kenaikan permukaan laut. Mencairnya Arktik dan lapisan es Greenland khususnya adalah penyumbang terbesar kenaikan permukaan laut di dunia.

Meskipun kontribusi dari lapisan es Greenland kurang dari satu milimeter per tahun dari kenaikan permukaan laut, peningkatan kecil itu bertambah hingga antara 6 inci hingga satu kaki sejak Revolusi Industri terjadi.

“Permukaan laut, serta infrastruktur penahan yang dibangun di dekat lautan tidak mampu untuk menahannya,” ujar Schofield.

Selain itu, kenaikan permukaan laut akibat pencairan es dan perubahan iklim yang berkelanjutan akan memperburuk erosi pantai, daerah banjir yang sebelumnya tidak pernah mengalami banjir dan bahkan meningkatkan banjir di daratan. Ini karena air laut yang asin mengubah ketinggian air tanah dan menggenangi sumber daya air tawar.

“Jika kita lihat di mana manusia bermukim saat ini, sebagian besar tinggal di sepanjang garis pantai dunia. Dan jika diperhatikan, sebagian besar kota-kota metropolitan dunia, berada di sepanjang garis pantai, seperti misalnya New York, Los Angeles dan San Fransisco,” ungkap Twila Moon, Arctic Scientist yang tergabung dengan National Snow and Ice Data Center.

Tatanan cuaca global akan berubah signifikan
Kondisi lingkungan di Kutub Utara memengaruhi tatanan cuaca di seluruh dunia. Kutub Utara dan Kutub Selatan bertindak sebagai pembeku sistem global, membantu mensirkulasikan air laut di sekitar planet ini dengan cara yang membantu menjaga iklim yang terasa di darat.

Ilmuwan Iklim di Evangelical Environmental Network Jessica Moerman mengatakan, kondisi Kutub Utara terus berubah. Aliran jet, yakni sekelompok angin kencang yang bergerak dari barat ke timur yang diciptakan oleh udara dingin yang bertemu dengan udara yang lebih hangat, membantu mengatur cuaca di seluruh dunia.

Di benua Amerika, aliran jet terbentuk di mana udara Arktik yang umumnya lebih dingin dan lebih kering bertemu dengan udara yang lebih hangat dan lebih lembab dari Teluk.

“Tetapi ketika suhu di Kutub Utara menghangat, aliran jet, yang didorong oleh perbedaan suhu, melemah,” kata Moerman.

Alih-alih aliran angin yang stabil, aliran jet menjadi lebih bergelombang, memungkinkan suhu yang sangat hangat meluas jauh ke Kutub Utara dan suhu yang sangat dingin lebih jauh ke selatan dari biasanya.

Variabilitas iklim di Kutub Utara, khususnya melemahnya pusaran kutub, yang membuat udara dingin lebih dekat ke kutub, dimungkinkan menjadi salah satu penyebab cuaca dingin ekstrim yang terjadi di Texas, AS pada Februari silam.

Selain itu, para ilmuwan juga mencari tahu apakah fenomena pemblokiran atmosfer, berpotensi terkait dengan cuaca musim panas atau musim dingin yang ekstrem yang terjadi ketika aliran jet surut dan menyebabkan pola cuaca selama periode waktu tertentu.

Stagnasi tersebut kemungkinan merupakan penyebab banjir ekstrem yang terjadi pada tahun 2017 di Houston. Ketika Badai Harvey bertahan di wilayah tersebut selama berhari-hari dan menurunkan lebih dari 50 inci hujan serta beberapa gelombang panas yang menyelimuti sebagian besar wilayah Pacific Northwest.

Namun, terlepas dari bukti yang ada, penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk lebih lanjut membangun hubungan antara pusaran kutub yang melemah dan cuaca ekstrem.

Terbukanya akses jalur pelayaran melewati Kutub Utara
Es laut yang mencair di Kutub Utara akan membuka jalur di lautan bagi rute perdagangan global jalur yang sebelumnya tak bisa dilewati.

“Dalam waktu dekat, pencairan akan berdampak besar pada undang-undang pelayaran global. Mereka tidak akan lagi mengirim kapal sampai ke Terusan Panama, namun bisa langsung melewati Kutub Utara dan memiliki dampak ekonomi yang besar,” kata Schofield.

Namun, akses baru pelayaran laut tersebut berpotensi menjadi sarang baru konflik, di mana banyak negara akan berupaya untuk menguasai rute baru tersebut.

“Ada kemungkinan banyak negara mencoba untuk mengklaim wilayah sebanyak mungkin. Karena kemungkinan akan ada sejumlah besar insentif ekonomi yang didapatkan jika sudah bisa melewati jalur baru tersebut”, tambahnya.

Ekosistem yang masih asli kemungkinan besar akan hancur
Ketika kesengsaraan dari rantai pasokan perdagangan yang terhenti, bisa terbuka sebab kemampuan peti kemas yang bisa menggunakan jalur baru akibat pencairan es di Kutub. Tampaknya hal ini justri akan menjadi bencana bagi lingkungan regional.

“Saat ini ekosistem di Kutub Utara masih murni dan belum tersentuh, dan ada beberapa spesies dan ekosistem unik yang telah menyesuaikan diri dengan keberadaan es,” kata Schofield.

Tetapi karena semakin banyak kapal masuk dan keluar dari wilayah tersebut, kemungkinan terjadinya degradasi lingkungan skala besar akan tinggi.

“Kami pasti melihat perubahan dalam populasi hewan, terutama hewan yang bergantung pada es laut sebagai habitat utama. Karena kita telah kehilangan sebagian besar es laut kita yang lebih tebal,” sebut Moon.

Kondisi ini mulai terjadi di mana populasi beruang kutub telah berkurang sangat rendah dan habitatnya menjadi sangat terfragmentasi. Sehingga hewan-hewan tersebut kawin sedarah, yang dapat memiliki efek bencana pada kelangsungan hidup spesies dalam beberapa generasi.

Di Alaska, jumlah kolam berang-berang meningkat dua kali lipat sejak tahun 2000, dimungkinkan oleh tren pemanasan yang mengakibatkan penghijauan luas di tempat yang sebelumnya tundra, menurut Arctic Report Card.

Pengasaman yang cepat dari air laut yang menghangat kemungkinan mempengaruhi rantai makanan laut dan peningkatan lalu lintas laut untuk penangkapan ikan serta pelayaran juga turut mempengaruhi tingkat stres dan perilaku spesies, termasuk cara mereka berkomunikasi.

cnbc indonesia

Tinggalkan Balasan

error: Content is protected !!
%d blogger menyukai ini: